Usai sholat Magrib di sekolah baru bisa pulang. Bila sudah sholat rasanya tenang banget. Suasana sudah mulai gelap. Lampu tulisan sekolah mengoda kamera gawaiku untuk mengabadikan.
Kendaraan biru arah BIP lewat dan kuberhentikan. Turun depan Gramedia BIP suasana terasa sepi. Sambil menunggu kendaraan arah Ciateul, kunikmati suasana malam ini. BIP yang biasanya ramai sepi sekali. Naiklah kendaraan menuju Ciateul penumpangnya hanya 3 orang.
Dua orang turun di daerah Lengkong depan UNPAS. Tinggalah kami berdua. Pak sopir pun tanpa diminta langsung curhat. Sejak wabah ini katanya susah banget, kalau qda kerjaan lain lebih baik pindah.
Obrolan ngalir begitu saja, pak sopir bilang kerja narik angkot bukannya untung malah buat makan pun nombok.
Pak sopir yang orang Medan ini sudah menjadi warga Bandung dan idetitas sudah di Bandung. Istrinya orang Bandung dan sudah punya dua anak. Anak paling besar pelajar kelas 1 dan anak yang paling kecil 2 tahun.
Baru saja sekali ini naik kendaraan umum, cerita penderitaan begitu nyata adanya. Bergotong royong dan empati untuk saling membantu dalam kondisi saat ini memang menjadi keharusan.
Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 75 menjadi ujian untuk menyatakan bahwa kita adalah sebangsa dan setanah air. Sebangsa setanah air yang bisa saling tolong menolong dalam kondisi apapun.
Merebut kemerdekaan dengan bambu runcing dengan musuh yang jelas itu hanya ada di zaman penjajahan.
Kini mengisi kemerdekaan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia semoga bukan impian.
Permalink
Memang masih banyak mereka yg belum beruntung dari sisi ekonomi. Semangar dan terus berusaha
Permalink
Aamiin…🤲🏻